Opini - Catatan Merah Politik



BERANI MEMULAI
Sebuah Catatan Merah yang Harus di Perhatikan

Oleh : Abd. Wahab A.Rahim
Mahasiswa IAIN Ternate/Anggota dJAMAN Maluku Utara
Pilkada serentak yang di tentukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi bahan perbincangan masyarakat pada saat ini karena kurang dari 2 bulan lagi akan di laksanakan.  Tepatnya 9 desember 2015.
Pendaftaran pasangan calon pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota pada 9 Provinsi, 34 Kota dan 224 Kabupaten pada pilkada serentak ini menjadikan pilkada pada tahun ini sebagai pesta demokrasi terbesar yang ada di Negeri ini.
Di Maluku Uatara sendiri ada 8 Kabupaten/Kota yang ikut dalam pemilihan ini di antaranya, Kab. Pulau Taliabu, Kota Ternate, Kota Tidore Kepulaun, Kab. Halmahera Timur, Kab. Kepulauan Sula,  Kab. Halmahera Utara, Kab. Halmahera Barat, Kab. Halmahera Selatan.
Satu dari sekian hal yang mengasyikan dan menguntungkan dari pesta demokrasi walaupun pada akhirnya menyakitkan adalah rakyat lebih di perhatikan walau hanya dalam kurun waktu beberapa bulan. Yaitu para calon berlomba-lomba untuk mengambil hati rakyat, mulai dari pengobatan gratis, pembagian sembako, memfasilitasi gerak jalan, bahkan sampai janji-janji manis dari para calon. Anehnya kita, yaitu ketika kita semua tahu itu hanya janji-janji belaka tapi tetap masih larut dalam hal tersebut. Tidak pernah melakukan pengamatan terhadap calon-calon yang akan memimpin, dan yang akan di pilih.
Ada juga bahasa yang sering kita dengar menjelang pesta demokrasi yang di adakan di Negeri ini terutama di daerah kita Provinsi Maluku Utara yaitu “Serangan fajar” di mana para rakyat menunggu dan mengharapkan ada pemberian uang dari para calon melalui tim suksesnya. Yang lebih tren dan lebih umum yaitu “Money Politic” (Politik Uang) yaitu jual beli suara pada proses politik dan kekuasaan atau tindakan membagi-bagikan uang baik milik pribadi atau partai untuk mempengaruhi suara pemilih.
Para pemilih yang menerima uang sekaligus memilih si pemberi uang mempunyai alasan yang beragam. Padahal kita si pemilih tidak pernah berfikir mengapa kita di bayar? Mengapa kita di berikan uang? Asalkan kita memilih mereka. Jawabannya sederhana karena suara kita berharga, suara kita mempunyai nilai, mempunyai nilai yang mahal bukan nilai seharga 250-500 Ribuan rupiah tetapi nilai yang besar yang mampu membangun daerah ini. Itu hanya satu suara bagaimana jika 10, 20, 30, 100 suara. Logika sederhananya ketika kita memilih orang-orang yang menggunakan uang, dan orang ini naik menjadi pemimpin wajar ketika keluhan-keluhan kita tidak di idahkan, kan kita memilih mereka karena di bayar sehingga masaalah selesai ini ibarat transaksi jula beli jadi telah selesai. Karna kita memilih tidak secara gratis.
Ada juga sekelompok orang yang mengatakan bahwa lebih baik tidak memilih dari pada salah memilih, sehingga mereka tidak memilih pada hari pemilihan mendatang. Yah kita sering sebut kelompok ini atau orang ini atau orang yang tidak memilih dengan sebutan golput. Golput merupakan pilihan tapi ingat bahwa golput itu bukan SOLUSI. Abdurrahim Arsyad mengatakan bahwa “ini dunia demokrasi, suara seorang profesor dan suara seorang preman sama-sama di hitung satu, suara seorang yang memilih karena uang dan suara seorang yang memilih karena analisa di hitung satu.” Atas dasar inilah jangan sekali-kali golput karna satu suara itu berharga sekiranya untuk lima tahun kedepan.
Dan saya rasa semua mengetahui hal ini. Tetapi pertanyaanya kapan kita memulai? Kapan kita memperbaiki keadaan ini? Yang ada kita hanya larut dalam keaadaan ini belum lagi kita meneruskan ini kepada generasi penerus bangsa kita dan kepada anak-anak kita. Ini adalah tanda kehancuran bangsa di masa yang akan datang, Barac Obama mengatakan bahwa “Jika engkau ingin melihat kesejahteraan negara anda pada masa 20 dan 30 tahun mendatang maka didiklah para pemuda sebagaimana mestinya.” Dari bahasa tersebut dapat di simpulkan bahwa Daerah kita Jazirah Tul Mulk akan mengalami kehancuran di masa yang akan datang apabila sistem politik yang di terapkan di tiap-tiap Kabupaten/Kota seperti ini dan lebih parahnya lagi jika kita tidak berani untuk memulai sesuatu yang benar. Kita tidak berani untuk menentang ini padahal sudah jelas-jelas keliru dan merupakan sebuah kejahatan seperti kata Soe Hoek Gie “mendiamkan kebenaran adalah kejahatan”. Kalau bukan sekarang kapan lagi dan kalau bukan kita siapa lagi inilah jargon yang sering kita dengar dan sering kita ucapkan tetapi jauh dari realita.
Jika kalau memang keadaan yang sudah jelas seperti ini kita para pemuda, para kaum intelektual harus membuka mata untuk mengatasi masaalah-masaalah ini jangan hanya mengikuti instruksi dari orang yang lebih tua dari kita tetapi kita menelaah betul mana sosok orang yang betul-betul dan pantas untuk memimpin daerah kita. Politik itu bukan keluarga, semua punya hak untuk menentukan pilihan.
Maka dari itu kita harus berani untuk memulai, berani untuk mengklarifikasi yang keliru dan membenarkan yang benar. Memulai dari sendiri dari lingkungan sosial untuk membangun indonesia. Karena membangun Indonesia itu dimulai dari Kabupaten/Kota Untuk Provinsi dan dari Provinsi untuk Indonesia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BEASISWA LPDP? Mari Berbagi Cerita – APA SAJA YANG DISELEKSI - LPDP 2021

Jejak - Desa Pelita Di Hari Kedua

Catatan Perindu yang tak pernah Dirindu - Quotes